Kami berangkat pukul sembilan pagi, dari Kartasura kami memulai perjalanan. Sekitar sepuluh menit bus sudah berada di terminal Tirtonadi Solo, dan ngetem. Tidak tanggung tanggung, ngetem selama sejam membuat suasana menjadi membosankan. Tapi toh kami hanya penumpang yang harus bersabar menanti penumpang lain agar bus terisi penuh sebelum kembali melaju.
Saat ngetem itulah banyak pedagang asongan yang menyerbu masuk ke dalam bus dan menawarkan jajanan mereka. Mulai tahu asin, permen, koran dan air mineral. Dengan semangat mereka menawarkan jajananya meskipun banyak yang menolak, masa bodoh dan sebagian ada pula yang membeli. Melihat perjuangan mereka memang sangat pantas diacungi jempol, seakan tak kenal lelah masuk dari bus satu ke bus yang lain dengan semangat menawarkan jajanan dan perlakuan yang berbeda dari tiap penumpang.
Pernah terpikir tentang pendapatan mereka dalam sehari. Bila mereka mengamb barang dagangannya dari orang lain, kemudian dijual lagi. Padahal dagangan mereka seharga kisaran 2000 sampai 5000 rupiah. Keuntungan yang diambil mungkin sekitar 500-1000 rupiah per barang. Dan yang mereka bawa tidaklah dalam jumlah banyak, hanya satu tas keranjang. Tapi saya tidak ambil pusing sebab rezeki sudah ada yang mengatur tinggal bagaimana usahanya. Meskipun sedikit tapi mengandung berkah akan lebih baik.
Setelah penumpang hampir penuh bus melaju kembali melanjutkan perjalanan. Belum ada separuh perjalanan, tiba tiba bus dinaiki oleh seorang pengamen. Dengan suara yang tidak ada nadanya sama sekali pengamen itu menyanyikan lagu ciptaanya sendiri dengan bahasa jawa. Petikan ukulele dengan senar karetnya juga terdengar sangat tidak nyaman untuk telinga. Tanpa peduli orang akan suka atau muak dengan lagunya pengamen itu terus saja menyanyikan lagunya. Mau tidak mau semua penumpang pun harus mendengar suaranya. Dalam lagu yang dibawakan pengamen tadi banyak mengandung kata yang bersifat memeras. Seingat saya salah satu liriknya berbunyi bila dalam terjemahan
' saya ini ngamen untuk anak istri'
' sang penumpang yang mendengar tidak usah pura pura tidur lalu tertawa '
' berilah limaratus atau seribu'
' karena nanti mati harta pun tak ikut dibawa'
Seingat saya hanya itu masih panjang liriknya dan terkesan melecehkan pekerjaan si kondektur bus yang mengatakan ' pekerjaan kondektur paling enak, hanya maju dan mundur, ga enaknya jd kondektur kalo beli beras harus selalu bon dulu'
Sangat muak saya mendengarnya, maksud dia apa menyanyi tapi memeras penumpang agar mau memberikan uang recehan. Ya kalau penumpang punya duit receh, kalau ternyata memang tidak ada? Dan memang si penumpang enggan memberikan recehan i tu adalah hak penumpang. Belum lagi cara megumpulkan recehan setelah pengamen itu menyanyi, tangan dijulurkan ke depan penumpang sampai si penumpang mau memberi uangnya. Lebih dari lima detik pengamen itu mengulurkan tanganya, bahkan dia memaksa dengan kata-kata kepada si penumpang untuk memberikan uangnya. Jika tidak diberi dia akan mengatakan hal buruk pada penumpang, entah itu kapan mengatakan tidak selamat kepada penumpang ataupun mengatakan pelit.
Dan itu sangat mengganggu penumpang, sampai akhirnya kondektur bus geram dan memarahi pengamen tadi dan mengusirnya dari bus. Itu membuat saya lega karena menurut saya dia mungkin sedang mabuk dan kalaupun dia dalam keadaan sadar dia adalah tipe pengamen yang tidak perlu diapresiasi untuk hasil suaranya. Kalau saja semua pengamen seperti itu, sudah seharusnya jangan sampai ada pengamen yang diperbolehkan mengamen di dalam bus karena hanya membuat penumpang tidak nyaman dan terkesan melakukan pemerasan. Dan itu bisa merugikan pengamen lain yang lebih profesional dalam bekerja. Karena saya tau tidak semua pengamen berkelakuan buruk.
Bus melaju tanpa nyaman pula karena mungkin kondisi jalanan dan kondisi bus Itu sendiri yang sudah lama beroperasi membuat saya yang sedang hamil 4,5 bulan dan karena kondisi tubuh yang kurang fit merasa mual dan ingin muntah. Akhirnya terpaksa saya muntah. Setelah cukup lega dan lemas saya tertidur. Bus sampai di Ngawi sekitar pukul 12. Mundur sejam karena ngetem yang lama di Tirtonadi. Agak menunggu lama akhirnya bus jurusan Cepu datang dan kami segera naik untuk melanjutkan perjalanan.
Akhirnya kami tiba di Cepu jam setengah tiga sore. Sesampainya di rumah mertua saya beristirahat dulu. Tiba tiba ada seseorang dari balik pagar berteriak memanggil. Ternyata seorang pengemis yang meminta uang. Kondisinya terlihat seperti orang yang (maaf) kurang normal. Akhirnya keponakan kami memberi uang recehan untuk pengemis tadi. Dan langsung dia pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun. Mengkin pengemis tadi mempunyai kekurangan saat dia tumbuh kembang ketika dewasa, atau mungkin pernah mengalami suatu kejadian yang membuatnya menjadi demikian. Dan dia mengemis terlihat seperti bukan kebiasaannya. Tidak seperti yang banyak dilakukan oleh banyak orang yang menjadikan mengemis sebagai pekerjaan. Bahkan yang saat ini banyak diberitakan pengemis dengan anak kecil yang selalu tertidur karena dicekoki heroin atau dengan vodka dan sejenisnya. Dan trik tersebut cukup jitu sehingga pendapatan pengemis tersebut bisa dikatakan banyak.
Saat ini memang banyak orang yang dengan segala tak tik nya untuk mendapatkan semudah mungkin tanpa perlu kerja keras. Dan setiap orang mempunyai rezeki ya berbeda. Sebagai makhluk Allah SWT kita ingin membagi rezeki dengan sesama. Mencari pekerjaan dan bekerja tidaklah semudah membalikkan tangan. Semua ada proses dan hasil yang akhirnya menghantarkan kita mencapai posisi dan profesionalisme dalam bekerja. Terkadang untuk membagi
rezeki tersebut kita pilih pilih siapa yang berhak mendapatkan uang dari sebagian rezeki kita. Semoga bisa lebih bijak dalam bertindak. Perlu dilihat dulu bagaimana usaha seseorang.
Semoga bermanfaat, wassalam
' saya ini ngamen untuk anak istri'
' sang penumpang yang mendengar tidak usah pura pura tidur lalu tertawa '
' berilah limaratus atau seribu'
' karena nanti mati harta pun tak ikut dibawa'
Seingat saya hanya itu masih panjang liriknya dan terkesan melecehkan pekerjaan si kondektur bus yang mengatakan ' pekerjaan kondektur paling enak, hanya maju dan mundur, ga enaknya jd kondektur kalo beli beras harus selalu bon dulu'
Sangat muak saya mendengarnya, maksud dia apa menyanyi tapi memeras penumpang agar mau memberikan uang recehan. Ya kalau penumpang punya duit receh, kalau ternyata memang tidak ada? Dan memang si penumpang enggan memberikan recehan i tu adalah hak penumpang. Belum lagi cara megumpulkan recehan setelah pengamen itu menyanyi, tangan dijulurkan ke depan penumpang sampai si penumpang mau memberi uangnya. Lebih dari lima detik pengamen itu mengulurkan tanganya, bahkan dia memaksa dengan kata-kata kepada si penumpang untuk memberikan uangnya. Jika tidak diberi dia akan mengatakan hal buruk pada penumpang, entah itu kapan mengatakan tidak selamat kepada penumpang ataupun mengatakan pelit.
Dan itu sangat mengganggu penumpang, sampai akhirnya kondektur bus geram dan memarahi pengamen tadi dan mengusirnya dari bus. Itu membuat saya lega karena menurut saya dia mungkin sedang mabuk dan kalaupun dia dalam keadaan sadar dia adalah tipe pengamen yang tidak perlu diapresiasi untuk hasil suaranya. Kalau saja semua pengamen seperti itu, sudah seharusnya jangan sampai ada pengamen yang diperbolehkan mengamen di dalam bus karena hanya membuat penumpang tidak nyaman dan terkesan melakukan pemerasan. Dan itu bisa merugikan pengamen lain yang lebih profesional dalam bekerja. Karena saya tau tidak semua pengamen berkelakuan buruk.
Bus melaju tanpa nyaman pula karena mungkin kondisi jalanan dan kondisi bus Itu sendiri yang sudah lama beroperasi membuat saya yang sedang hamil 4,5 bulan dan karena kondisi tubuh yang kurang fit merasa mual dan ingin muntah. Akhirnya terpaksa saya muntah. Setelah cukup lega dan lemas saya tertidur. Bus sampai di Ngawi sekitar pukul 12. Mundur sejam karena ngetem yang lama di Tirtonadi. Agak menunggu lama akhirnya bus jurusan Cepu datang dan kami segera naik untuk melanjutkan perjalanan.
Akhirnya kami tiba di Cepu jam setengah tiga sore. Sesampainya di rumah mertua saya beristirahat dulu. Tiba tiba ada seseorang dari balik pagar berteriak memanggil. Ternyata seorang pengemis yang meminta uang. Kondisinya terlihat seperti orang yang (maaf) kurang normal. Akhirnya keponakan kami memberi uang recehan untuk pengemis tadi. Dan langsung dia pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun. Mengkin pengemis tadi mempunyai kekurangan saat dia tumbuh kembang ketika dewasa, atau mungkin pernah mengalami suatu kejadian yang membuatnya menjadi demikian. Dan dia mengemis terlihat seperti bukan kebiasaannya. Tidak seperti yang banyak dilakukan oleh banyak orang yang menjadikan mengemis sebagai pekerjaan. Bahkan yang saat ini banyak diberitakan pengemis dengan anak kecil yang selalu tertidur karena dicekoki heroin atau dengan vodka dan sejenisnya. Dan trik tersebut cukup jitu sehingga pendapatan pengemis tersebut bisa dikatakan banyak.
Saat ini memang banyak orang yang dengan segala tak tik nya untuk mendapatkan semudah mungkin tanpa perlu kerja keras. Dan setiap orang mempunyai rezeki ya berbeda. Sebagai makhluk Allah SWT kita ingin membagi rezeki dengan sesama. Mencari pekerjaan dan bekerja tidaklah semudah membalikkan tangan. Semua ada proses dan hasil yang akhirnya menghantarkan kita mencapai posisi dan profesionalisme dalam bekerja. Terkadang untuk membagi
rezeki tersebut kita pilih pilih siapa yang berhak mendapatkan uang dari sebagian rezeki kita. Semoga bisa lebih bijak dalam bertindak. Perlu dilihat dulu bagaimana usaha seseorang.
Semoga bermanfaat, wassalam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar